Senin, 18 Juni 2007

 

Huruf (G)

Masih kuingat, sekitar 5 tahun yang lalu ketika aku kuliah di UIN Jakarta, ketika itu sekelasku berjumlah seratus orang pas (karena memang fakultas yang kupilih adalah kerjasama dengan al-azhar university makanya yang diterima tahun itu cuma seratus orang saja). Dari seratus orang itu cuma aku yang berasal dari sulawesi, teman-teman kebanyakan orang betawi, jawa, dan sumatera. Ada hal lucu yang terjadi waktu itu, karena baru kali itu aku menginjakkan kakiku di Jakarta, logat atau dialek Makassarku masih kental sekali. Kadang aku gugup ketika berbicara dengan orang-orang Jakarta, apalagi ketika perkenalan di kelas, mulut ini serasa berat sekali untuk hanya sekedar memperkenalkan diri. Kebiasaan dialek sulawesi yang biasanya dalam pengucapan terkadang kelebihan huruf "G" masih kadang terbawa-bawa sampai di kelasku.
Kadang ada teman yang sengaja menyapaku, "Adi ayo kita pergi makang ikang" aku sudah mengerti kalau dia itu mengejek dengan halus, tapi cuma senyuman yang bisa kupersembahkan padanya, huruf G memang bagi orang sulawesi khususnya orang bugis makassar adalah huruf yang sering sekali mengikuti kata-kata kerja, makan menjadi makang, jalan menjadi jalang, memesan menjadi memesang, dan lain-lainnya. Dimaklumi memang karena dalam pengucapan bahasa Indonesia yang didialek atau dilogat bugis makassarkan harus ada penambahan huruf G di akhir kata kerjanya, misalkan, makanggi, jalan-jalanggi, menontonggi, menyusunggi, (yang semuanya itu berarti sedang atau sementara), misalnya lagi, jadi murid teladanggi, jadi orang terdepanggi, terkesanggi, dan lain-lainnya. Hal itulah yang kemudian terbawa-bawa ke kata yang seharusnya tidak diakhiri huruf G tapi ditambah huruf G karena sudah kebiasaan yang susah dihilangkang, tuh kan aku salah lagi, huruf G-ku kelebihangggg lagi.
Duh orang sulawesi, kasiangggg deh, kemana-mana membawa huruf G, seakang-akang huruf G itu sangat bermakna dan penting sekali. Kita seharusnya dan memang harus melatih lidah kita untuk tidak terlalu mengingat huruf G dalam percakapang(ededeeee....adami seng huruf G-nya), cukuplah aku yang jadi bahan tertawaan bagi temang-temangku dulu(tuh kan ada lagi G-nya). Malu sih malu tapi mau bagaimana lagi, sudah "kebiasaanggi" .
Semoga dengan tulisan ini aku akan berhati-hati dalam pengucapan dan penggunaan kata-kata dalam berbahasa Indonesia yang benar, dan tidak ada lagi istilah " simpanggi G-mu kawang buat masa depang".

Komentar: Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]